Apayang dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ? Syekh Abu al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya āAl-Kawakib al-Laamaāah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaahā menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh para
Dilarangmemperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit ISBN: 978 -623 6705 51 3 IKAPI: 180/JTI/2017 Ahlussunnah wal Jamaah yang tersebar di berbagai daerah. Akhirnya, sebagai sebuah karya, tentu saja buku ini tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangan. Karenanya kritik
TAUHIDASWAJA PDF >> DOWNLOAD TAUHID ASWAJA PDF >> READ ONLINE Dri jaman dulu aswaja dgn pesantren2nya telah mencetak karakter jutaan generasi islam yg berakhlaq karimah, menuntut ilmu, disiplin tigkat tiggi, mewajibkan santri shalat brjemaah, takdim sama kiyai dan guru dsb. namun aswaja tetaplah aswaja, gak ngaku2 paling sunnah paling
Sepanjangpengetahuan saya beberapa tahun ini tentang Firqoh wahabi maka saya rasa firqoh ini membuat karangan karangan saja dengan istilah demikian.Setahu saya,Tidak ada istilah āManhaj Salafādi dalam literatur kitab-kitab klasik karya ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaāah terdahulu, kecuali di kitab-kitab baru atau buku-buku baru
4KITAB KUNING MAKNA ala PESATREN. Download Kitab Aqidatul Awam Pdf 275l. 7 KITAB KUNING KHUSUS ANDROID dan HP java. Kitab Aqidatul Awam merupakan kitab yang berisi sejumlah Syair Nadzom tentang ilmu tauhid Ahlussunnah wal Jamaah. Download Terjemah Kitab Aqidatul Awam Description. Posted on 7 April 2018 11 April 2018 by Masyfuq.
Pustaka(Buku PDF Gratis) Minat beli buku klik covernya. Minat BUKU hubungi WA Misykat. AUDIO KAJIAN ISLAM. Instagram MisykatNet. Follow Twitter Misykat. Syiah di Indonesia) mencoba menggiring pembacanya dengan menuduh syiah mengafirkan umat Islam selain syiah, termasuk ahlussunnah wal jamaah.
BukuPokok-pokok Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah karya Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Aqidah adalah landasan fundamental dalam kehidupan seorang muslim. Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Rp 65.000. Hemat Rp 9.750. Rp 55.250. Judul. Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Penulis. Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. No. ISBN
DefinisiAhlussunnah wal Jama'ah, ASWAJA dan Wahabi Definisi Ahlussunnah wal Jama'ah Allah Azza wa jall berfirman : āBerpeganglah kamu semua pada tali Allah (Al Qurāan dan Sunnah), dan janganlah kamu berpecah belahā (Al Qurāan. Surat Ali Imron : 103).
4Qc4j. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Vol. 3, No. 1, Februari 2019, hlm. 1-20Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah;Antara Imam al-Asyari dan Ibn TaymiyyahMuhammad Imdad Rabbani*Institut Agama Islam IAI Nurul Jadid, Probolinggoimdadr paper wants to highlight the distinct problem in understanding monotheism. That is the understanding that came from Abu al-Hasan al-Asy'ari with Ibn Taimiyyah. The emphasis of the discussion is located on whether the difference between the two in understanding tauhid has entered the realm of ushul aqeedah or not? Because of this difference, one of the followers called the other one outā from ahl sunnah wa al-jama'ah. This problem is increasingly relevant to be discussed because both are often bumped into each other ; as if it could not come together otherwise there is no point of equality. On the one side Asy'ari inherits a thick kalam tradition, while on the other hand Ibn Taimiyyah tends to be critical of this tradition. For the second group, the kalam tradition is called too rational and is considered dangerous to interpreting the issue of aqeedah. Therefore, this paper speciīcally wants to highlight some of the problems above, to a minimum of īnding common ground while at the same time providing an alternative view that is often missed a lot of peopleKeywords Tauh}id, Abu Hasan al-Asyāari, Ibn Taimiyyah, kalam tradition, ahl al-sunnah wa al-jama>āahAbstrakMakalah ini ingin menyoroti problem distingsi dalam memahami tauhid. Yaitu pemahaman yang datang dari Abu al-Hasan al-Asyāari dengan Ibn Taimiyyah. Titik tekan pembahasannya adalah terletak pada, apakah distingsi keduanya dalam memahami tauhid telah masuk kepada ranah ushul aqidah atau bukan? Karena perbedaan ini faktanya membuat pengikut salah satunya menyebut salah lainnya keluar dari sebutan ahl sunnah wa al-jamaāah. Problem ini semakin relevan untuk dibahas karena keduanya seringkali * Jl. KH. Zaini Munim Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia. Telp +62335 at TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani2dibentur-benturkan satu sama lain; seolah-olah tidak bisa disatukan dan tidak ada titik persamaan. Di satu sisi Asyāari mewarisi tradisi kalam yang kental, sedang di sisi lainnya Ibn Taimiyyah cenderung kritis terhadap tradisi ini. Bagi golongan yang kedua, tradisi kalam disebut terlalu rasional dan dianggap berbahaya dalam menafsir persoalan aqidah. Oleh karena itu, makalah ini secara khusus ingin menyoroti beberapa problem di atas, untuk seminimalnya mencari titik temu sekaligus memberikan alternatif pandangan yang banyak dilewatkan banyak Kunci Tauh}id, Abu Hasan al-Asyāari, Ibn Taimiyyah, tradisi kalam, ahl al-sunnah wa al-jama>āahPendahuluanSalah satu persoalan yang saat ini menyibukkan umat Islam adalah berbagai perdebatan teologis yang diwarisi oleh generasi sebelumnya. Di antara banyak perdebatan yang seringkali memantik kontroversi adalah diskusi seputar konsep tauhid. Di kalangan umat Islam saat ini, yang disebut sebagai ahlussunnah wal jamaāah, terdapat sekurangnya dua pendekatan dalam mengelaborasi konsep tauhid. Pertama adalah mereka yang mewarisi tradisi ilmu kalam. Yang menjadi menarik adalah, bagi sebagian kalangan, ilmu kalam dianggap terlalu rasional dalam diskursus aqidah. Mereka dianggap mengabaikan pendekatan teks dalam pembahasan yang bersifat usuliyah; ditelusuri secara seksama, sebagian besar kelompok ini biasanya diidentiīkasi sebagai pengikut madzhab Abu al-Hasan al-Asyāari w. 324/936, atau yang biasa dikenal dengan asyaāirah dan sebagian lainnya adalah sebagai penganut madzhab Abu Mansur al-Maturidi w. 333/944 atau yang masyhur disebut maturidiyyah. Kedua, di sisi yang berbeda, terdapat golongan lain yang cenderung menjadi ārekan kritisā dari pewaris tradisi kalam ini. Mereka, di masa klasik, adalah sebagian pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal w. 241/855, yang posisi teologisnya mendapat elaborasi dan pembelaan secara luas dan rasional dari seorang alim madzhab Hanbali abad ke delapan hijriah, yaitu Ibn Taymiyah w. 728/-1328. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 3Dalam beberapa kesempatan, Syeikh Mushthafa Abd al-Raziq w. 1366/1947 menilai bahwa āpersainganā kedua aliran pemikiran teologis ini menandai kebangkitan wacana teologi Islam Yang menjadi persoalannya adalah terkadangāuntuk tidak mengatakan seringkaliāperdebatan yang terjadi menyebabkan salah satu pihak menyalahkan, bahkan menyesatkan kawan bicaranya, tanpa terlebih dahulu menimbang apakah persoalan yang diperdebatkan termasuk di antara hal yang tidak boleh diperselisihkan atau sebaliknya. Dalam konteks inilah, diskusi mengenai konsep tauhid dalam pandangan al-Asyāari dan Ibn Taymiyah menemukan relevansi dan urgensinya. Konsep ini dipilih mengingat sentralitasnya dalam Islam, yang kalau diingat-ingat kembali, seringkali menjadi alasan utama, kekuranghati-hatian dalam menilai, juga menjadi alat bagi tindakan takīri pengkaīran dan ini berusaha memaparkan bagaimana sebetulnya keduanyaābaik Asyāari maupun Ibn Taimiyyahāmemformulasikan tauhid, dengan menguraikan persamaan dan perbedaannya, untuk kemudian menggarisbawahi bahwa secara umum perbedaan keduanya tidak sampai mengeluarkan keduanya dan pengikutnya dari ahlussunnah wa al-jamaāah. Untuk itu, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian ahlussunnah juga yang menjadi tolak ukurnya. Kemudian akan dibicarakan secara terpisah, konsep tauhid menurut al-Asyāari dan Ibn Taymiyyah. Tulisan ini diakhiri dengan beberapa catatan mengenai perbandingan sekilas konsep tauhid menurut keduanya dan sikap yang seharusnya diambil oleh umat Islam sekarang. Pandangan keduanya dipaparkan sebisa mungkin menggunakan kutipan langsung, untuk meminimalkan penafsiran penulis. Khusus untuk al-Asyāari, gagasan dari para pengikutnya akan juga dikutip dalam tema-tema yang tidak secara spesiīk dibicarakan oleh al-Asyāari. Sedangkan bacaan terhadap Ibn Taymiyyah hampir seluruhnya didasarkan atas karya beliau 1 Mushthafa Abd al-Raziq, Tamh}Ä«d lÄ« TÄrÄ«kh al-Falsafah al-IslÄmiyah, Beirut dan Kairo DÄr al-Kitab al-Lubnani dan Dar al-Kitab al-Mishri, 2011, 429. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani4sendiri. Dengan demikian, tulisan ini adalah kajian deskriptif yang ditunjukan tidak untuk mengevaluasi pandangan tentang Ahl Sunnah wa al-JamaāahSecara sederhana, sebutan Ahl Sunnah wa al-JamÄāah mengandung penyandaran kepada dua hal; al-Sunnah dan al-JamÄah. Pengertian yang pertama adalah segala yang dinisbatkan pada Nabi SAW., baik berupa sabda, perbuatan, persetujuan, maupun sifat īsik atau non-ī Tercakup pula di dalamnya adalah sunnah al-KhulafÄā Sedangkan makna al-JamÄāah adalah ulama yang otoritatif pada setiap Dengan demikian, yang termasuk ahlu al-sunnah wa al-jama>āah adalah mereka yang pemahaman dan pengamalan agamanya didasarkan pada pemahaman dan pengamalan para Sahabat, dan kemudian sebagaimana yang dipahami dan diamalkan oleh generasi kemudian secara berkelanjutan yang bersandar pada mata rantai keilmuan sanad yang tidak terputus5 dan sampai pada Nabi SAW, baik dalam pandangan dan pemahaman madzÄhib maupun metode memahami manÄhij al-Fahm wa al-IstinbÄt}. Yang penting untuk ditekankan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip interaksi intelektual dan kebudayaan dalam mengadopsi dan mengadapsi hal-hal baru yang ditemui terutama oleh tiga generasi istilah ahlussunnah wal jamaāah, terdapat beberapa ungkapan lain yang bermakna serupa yang juga digunakan dalam 2 Nur al-Din Itr, Manh}Äj al-Naqd fÄ« UlÅ«m al-H}adÄ«ts, Damaskus Dar al-Fikr, 1979, Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn MÄjah, Ed. Muhammad Fuāad Abd al-Baqi, Beirut Dar al-Fikr, Jilid I, Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath} al-BÄri Syarh} S}ah}Ä«h} al-BukhÄrÄ«, Beirut Dar al-Maārifah, 1379, Jilid XIII, Tentang signiīkansi sanad, Abd Allah bin al-Mubarak, berkata āPenyebutan sanad transmisi keilmuan adalah bagian dari agama; andaikan tidak ada klariīkasi transmisi keilmuan, niscaya siapa saja bisa berbicara apa sajaā, baca Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayri, al-JÄmÄ« al-S}ah}Ä«h} al-MusammÄ S}ah}Ä«h} Muslim, Beirut Dar al-Jil dan Dar al-Afaq al-Jadidah, Jilid I, 12. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 5hadis, seperti al-Sawa>d al-az}Äm,6 mÄ anÄ alayhi wa as}h}Äbi,7 dan al-jamÄ Terma-terma ini menunjuk pada pengertian yang sama yaitu semua umat Islam yang mengikuti jejak Rasululah SAW. dan para Sahabat RA., yang merupakan mayoritas umat Islam dalam setiap masa. Seperti yang diindikasikan oleh jawaban Imam Malik RA. w. 179/795 ketika ditanya tentang ahlu al-sunnah wa al-jama>āah, āmereka yang tidak punya sebutan tertentu, bukan Jahmi, bukan Qadari, dan juga bukan Raīdli.ā9 Artinya, mereka adalah mayoritas umat Islam yang pemahaman agamanya diwarisi dari generasi sebelumnya dengan silsilah sanad yang sampai pada Nabi SAW. dan para Sahabat RA., bukan mereka yang membuat pandangan atau cara berpikir yang tidak dikenal oleh generasi sebelumnya, yang membuat mereka terpencil dari sebagian besar umat konteks ini, yang perlu dipahami adalah distingsi antara dalil yang bersifat pasti qat}iyyÄt dan yang tidak z}anniyyÄt. Yang pertama adalah yang disepakati para Sahabat ra. yang pasti berlandaskan Wahyu, sedangkan yang kedua berada dalam wilayah yang diperselisihkan oleh para Sahabat maupun ulama sesudah mereka; karena ketiadaan dalil yang bersifat pasti makna dan 6 Abu al-Qasim Sulayman bin Ahmad al-Thabarani, al-Mujam al-Awsat}, Ed. Thariq bin Iwadl Allah bin Muhammad, Kairo Dar al-Haramayn, 1415, Jilid VII, 175; Abu al-Qasim Sulayman bin Ahmad al-Thabarani, al-Mujam al-KabÄ«r, Ed. Hamdi bin Abd al-Majid al-Salaī, Mosul Maktabah al-āUlum wa al-Hikam, 1983, Jilid VIII, 152, 268, 274. Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn MÄjah, Jilid II, Abu Isa Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, Sunan al-TirmÄ«dzÄ«, Ed. Ahmad Muhammad Syakir, et al., Beirut Dar Ihya al-Turaats al-Arabi, Jilid V, Abu Abd Allah Ahmad bin Hanbal al-Syaybani, Musnad al-ImÄm Ah}mad bin H}anbal, Kairo Muassasah Qurthubah, Jilid IV, 102. Lihat juga; Abu Dawud Sulayman bin al-Asyats al-Sijistani, Sunan AbÄ« DÄwud, Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, Jilid IV, Abu Umar Yusuf bin Abd al-Barr, al-IntiqÄā fÄ« Fad}Äāil al-Aāimmah al-TsalÄtsah al-FuqahÄā, Ed. Abd al-Fattah Abu Ghuddah, Aleppo dan Beirut Maktab al-Mathbuat al-Islamiyah dan Dar al-Basyaāir al-Islamiyah, 1997, 72. Bandingkan dengan pernyataan Ibn Katsir; bahwa Ahlussunnah wa al-Jamaāah adalah mayoritas umat Islam dalam Abu al-Fidaā Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi, al-NihÄyah fÄ« al-Fitan wa al-MalÄhÄ«m, Ed. Muhammad Ahmad Abd al-Aziz, Beirut Dar al-Jil, 1988, Jilid II, 36. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani6transmisinya sekaligus qat}iy al-dalÄlah wa al-wurÅ«d.10 Dengan demikian, al-Qurāan dan Hadis, sebagai sumber utama dalil dalam Islam perlu dimengerti dalam matriks qat}iy-z}annÄ«y dan dalÄlah-wurÅ«d. Walhasil, dengan demikian, ayat al-Qurāan maupun hadis yang bersifat pasti transmisi dan maknanya qat}Ä«y al-wurÅ«d wa al-dalÄlah adalah satu-satunya jenis dalil; dalam kerangka ini, yang menghasilkan produk yang tidak boleh diperselisihkan dan harus disepakati, baik dalam masalah keyakinan maupun amaliah. Sementara tiga jenis dalil yang laināyang pasti maknanya, namun tidak pasti transmisinya; yang tidak pasti maknanya, namun pasti jalur transmisinya; dan yang tidak pasti makna dan transmisinya secara umum, berpeluang untuk dipahami secara berbeda. Dengan ungkapan lain, di sini ia tidak bisa dipahami secara tunggal; maka menghendaki pemahaman yang Menurut Imam Abu al-Hasan al-AsyāariDalam pemaparannya mengenai aqidah ashhÄb al-hadÄ«ts dan ahl al-sunnah, Al-Asyāari menulis ābahwa Allah SWT. Tuhan Yang Esa Wahid, Tunggal Fard, Maha Mutlak Shamad tidak ada tuhan selain-Nya.ā11 Pengertian tauhid menurut al-Asyāari dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak w. 406/1015, yang meringkas pandangan-pandangan al-Asyāari, dengan menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti penaīan terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat, ākarena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutuā.12 Lebih lanjut Imam al-Haramayn 10 Muhammad Naim Muhammad Hani Sai, al-QÄnÅ«n fÄ« AqÄid al-Firaq wa al-MadzÄhib al-IslÄmiyyah, Kairo Dar al-Salam, 2007, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, MaqÄlÄt al-IslÄmiyyÄ«n wa IkhtilÄf al-Mus}allÄ«n, Ed. Muhammad Muhy al-Din Abd al-Hamid, Beirut al-Maktabah al-Ashriyah, 1990, Jilid I, 345. Pernyataan serupa juga dapat ditemukan dalam; Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, al-IbÄnah an Us}Å«l al-DiyÄnah, Ed. Fawqiyah Husayn Mahmud, Abidin Dar al-Anshar, 1977, Abu Bakr Muhammad bin al-Hasan bin Furak, Mujarrad MaqÄlÄt al-Syaikh AbÄ« al-H}asan al-AsyÄri, Ed. Daniyal Jimarih, Beirut Dar al-Masyriq, 1978, 55. Dalam Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 7w. 478/1085 menegaskan bahwa makna tauhid adalah meyakini keesaan Allah, yang penjelasannya ditujukan untuk membuktikan secara argumentatif keesaan Allah SWT. dan bahwa tidak ada Tuhan membuktikan keesaan Allah SWT. al-Asyāari menggunakan argumentasi rasional yang didasari atas ayat al-Qurāan. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, al-Asyāari terlebih dahulu mengutip surah al-Syura ayat 11 dan surah al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional berdasarkan dua ayat di Dalam bukunya yang lain, al-Asyāari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT. dan kemudian diakhiri dengan kutipan surah al-Anbiyaā ayat Pendekatan yang digunakan al-Asyāari dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional. Suatu hal yang kemudian menjadi ciri al-Asyāari mengenai konsep tauhid dapat dibagi ke dalam tiga aspek; DzÄt, S}ifÄt dan AfÄl perbuatan.16 Yang pertama bermakna bahwa Allah SWT. Esa dalam dzat-Nya dan tidak menyerupai sesuatu apapun selain-Nya. Hujah untuk hal ini adalah al-Qurāan surah al-Syura ayat 11 dan surah al-Ikhlas ayat beberapa karya al-Asyāari sendiri terdapat penjelasan mengenai beberapa aspek tauhid ini, yang kemudian dijabarkan lebih luas oleh para pengikutnya. Mengenai tauhid DzÄt misalnya, al-Asyāari menulis bahwa āDia SWT. tidak menyerupai alam sama sekaliā dan kemudian dilanjutkan dengan penjabaran argumentasi yang mendukung pernyataannya dengan mengutip dari beberapa ayat al-Quran dan argumentasi rasional. Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, RisÄlah ilÄ Ahl al-TsaghÄ«r, Ed. Abd Allah Syakir Muhammad al-Junaydi, al-Madinah al-Munawwarah Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 2002, 210-212. Bandingkan dengan; Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, KitÄb al-Luma fÄ« al-Radd alÄ Ahl al-Zaygh wa al-BidÄ, Ed. Hamudah Gharabah, Mathbaah Mishr Syirkah Musahamah Mishriyah, 1955, Imam al-Haramayn al-Juwayni, al-SyÄmil fÄ« Us}Å«l al-DÄ«n, Ed. Ali Sami al-Nasysyar, Fayshal Budayr Awn dan Suhayr Muhammad Mukhtar, Iskandariyah Mansyaah al-Maarif, 1969, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, RisÄlah ilÄ Ahl al-TsaghÄ«rā¦, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, Kitab al-Luma ī al-Radd ala..., Pembagian ini yang kemudian dikenal di kalangan pengikut madzhab al-Asyāari. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani84 yang dilanjutkan dengan penalaran rasional bahwa keserupaan dengan makhluk akan berkonsekuensi kebaharuan dan kebutuhan terhadap pencipta atau berkonsekuensi dahulunya makhluk yang menyerupainya, di mana keduanya mustahil Singkatnya, tauhid dzat adalah mengesakan Allah SWT. dalam dzat-Nya tidak tersusun dari elemen-elemen; internal maupun eksternal, dan tidak ada yang menyamai dan menyerupai kedua adalah tawh}id al-s}ifÄt, yang berarti bahwa sifat ketuhanan adalah sebagaimana yang ada dalam al-Qurāan dan Hadis, yang aīrmasi terhadapnya sama sekali tidak menimbulkan penyerupaan tasybÄ«h, karena Sifat-Nya tidak seperti sifat makhluk, sebagaimana Dzat-Nya tidak seperti dzat Sifat-sifat ini bukanlah sesuatu yang baharu muh}dats atau menyerupai sifat sesuatu yang baharu, karena yang demikian akan berkonsekuensi tiadanya sifat itu sebelum ia ada, yang mengeluarkannya dari ketuhanan. Salah satu konsekuensi dari tauhid sifat adalah penaīan terhadap penggambaran takyÄ«f. Al-Asyāari menegaskan bahwa Ahlussunnah bersepakat untuk āmenyifati Allah SWT. dengan seluruh sifat yang diatribusikan oleh-Nya dan utusan-Nya, tanpa penentangan, tanpa penggambaran, dan bahwa beriman terhadapnya adalah wajib, dan meninggalkan penggambaran adalah keharusan.ā19 Pendeknya, al-Asyāari mendasarkan pandangannya dalam masalah ini adalah ayat al-Qurāan dan Hadis, dengan menghindari penyerupaan tasybÄ«h.Selanjutnya adalah tawh}Ä«d al-afÄl, yang mengandung pengertian bahwa yang pencipta segala sesuatu adalah Allah SWT. dan bahwa perbuatan makhluk diciptakan Al-Baqillani w. 402/1013 mengelaborasi lebih lanjut pengertian tauhid ini ketika menafsirkan surah al-Buruj ayat 16 dengan menekankan bahwa Allah Swt adalah yang mencipta seluruh perbuatan hamba 17 Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, RisÄlah ilÄ Ahl al-TsaghÄ«rā¦, Ibid., Ibid..., Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, Al-IbÄnah an Us}Å«l al-DiyÄnahā¦, 23; Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, MaqalÄt al-IslamiyyÄ«n ..., Jilid I, 346. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 9dan seluruh peristiwa Penekanan dari tauhid ini adalah kemutlakan kekuasaan Allah Swt, sehingga Dialah satu-satunya yang menciptakan segala uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tauhid dalam pandangan al-Asyāari bermakna mengesakan Allah SWT. dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya. Artinya bahwa Allah adalah Maha Esa dalam dalam berbagai dimensi dari ketiga aspek tadi. Argumen yang digunakan al-Asyāari didasarkan atas ayat al-Qurāan maupun Hadis yang dielaborasi secara Menurut Imam Ibn TaymiyyahIbn Taymiyyah menekankan bahwa tauhid yang wajib adalah tauhid ulÅ«hiyyah yang bermakna āmenyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sehingga ketaatan seluruhnya menjadi milik-Nya, dan tidak takut kecuali pada Allah, tidak berdoa kecuali pada Allah, dan Allah menjadi yang paling dicintai seorang hamba daripada segala sesuatu, sehingga mereka mencintai karena Allah, membenci karena Allah, menyembah kepada Allah dan berpasrah pada-Nya.ā22 Pengertian tauhid ini memiliki dua aspek, keyakinan itiqÄdi dan praktis amali. Yang pertama disebut tawh}Ä«d al-marifah wa al-itsbÄt,23 sedangkan yang kedua, tawh}Ä«d al-ibÄdah, yang lebih lanjut lagi dideīnisikan oleh Ibn Taymiyyah sebagai āmenyatakan tah}qÄ«q kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah [dengan] bermaksud Allah dengan ibadah dan menghendaki-Nya dengan ibadah itu bukan selain-Nya.ā24 21 Abu Bakr Muhammad bin al-Thayyib bin al-Baqillani, KitÄb al-Tamh}Ä«d, Ed. Richard Joseph McCarthy, Beirut al-Maktabah al-Syarqiyah, 1957, Taqiy al-Din Abu al-āAbbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MinhÄj al-Sunnah al-Nabawiyah, Ed. Muhammad Rasyad Salim, Muassasah Qurthubah, Jilid III, Abu Abd Allah Muhammad bin Abi Bakr ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, MadÄrij al-SÄlikÄ«n bayna ManÄzÄ«l IyyÄka Nabudu wa IyyÄka NastaÄ«n, Ed. Muhammad Hamid al-Faqi, Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1973, Jilid III, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-FatÄwÄ al-KubrÄ, Ed. Muhammad Abd al-Qadir Atha dan Mushthafa Abd al-Qadir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987, Jilid VI, 566. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani10Sedangkan ibadah sendiri dideīnisikan oleh Ibn Taymiyyah sebagai ānama untuk semua yang dicintai dan diridlai Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan, lahir maupun batin.ā25 Reformulasi yang demikian ditujukan sebagai kritik atas formulasi mereka yang disebut āal-mubtadiÅ«n fÄ« al-tawh}Ä«d min ahl al-kalÄmā26 yang menurut Ibn Taymiyyah membatasi, makna ketuhanan ilÄhiyyah pada sifat mencipta al-khalq, kuasa al-qudrah, dahulu al-qidÄm dan semacamnya, seraya abai pada esensi tauhid yang berupa pengesaan Allah dalam ibadah dan mengakibatkan mereka terjerumus dalam kesyirikan yang menaīkan lebih terperinci, Ibn Taymiyyah membagi tauhid ke dalam tiga jenis, al-rubÅ«biyah, al-ulÅ«hiyah dan al-asmÄā wa al-s}hifÄt. Yang pertama bermakna meyakni bahwa Allah SWT. adalah āPencipta segala sesuatu, Tuhannya Rabbuhu, Pemiliknya, tidak ada pencipta selain-Nya... Segala apa yang ada, gerakan maupun diam, adalah dengan ketentuan, ketetapan, kehendak dan cipta-Nya.ā28 Hal ini didasarkan atas ana-lisis terhadap kata al-Rabb yang dimaknai sebagai āyang menghidup-kembangkan yurabbÄ« hamba-Nya, memberi bentuk kemudian memberi petunjuknya pada semua keadaannya, ibadah atau lainnya.ā.29 Ringkasnya, tauhid ini dapat dibagi ke dalam dua kategori, kemutlakan kekuasaan Allah SWT. dan kesempurnaan kasih sayang dan Tauhid rubÅ«biyyah ini, dari aspek tertentu, paralel dengan tauhid afÄl sebagaimana yang dijabarkan al-Asyāari. Keduanya merupakan konseptualisasi dari Tuhan dalam kemutlakan Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-UbÅ«diyah, Ed. Muhammad Zuhayr al-Syawiys, Beirut al-Maktab al-Islami, 2005, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-FatÄwÄ al-KubrÄ, Jilid VI, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-FurqÄn bayna AwliyÄā al-RahmÄn wa AwliyÄā al-Syayt}hÄn, Ed. Abd al-Rahman bin Abd al-Karim al-Yahya, Riyadl Maktabah Dar al-Minhaj, 1428, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MajmÅ«ā al-FatÄwÄ, dicetak atas perintah Raja Fahd bin Abd al-Aziz, Ed. Abd al-Rahman bin Qasim, 1398, Jilid I, 21-2230 Ibid, Jilid II, 398-401 Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 11Yang kedua adalah tauhid ulÅ«hiyah, yang dideīnisikan sebagai penyembahan pada Allah tanpa Karenanya, seseorang yang meyakini Allah SWT. sebagai pengatur dan pencipta segala sesuatu al-Rabb tapi menyembah yang lain, adalah orang menyekutukan Tuhan musyrik dalam penyembahan Karena kata al-IlÄh bermakna āyang dipertuhan dan disembah dengan cinta, kepasrahan, pengagungan dan penghormatanā33 yang berhubungan dengan perintah dan larangan, cinta, takut dan harapan, sedangkan kata al-Rabb bermakna āyang menghidup-kembangkan yurabbÄ« hamba-Nya, memberi bentuk kemudian memberi petunjuknya pada semua keadaannya, ibadah atau lainnyaā34 yang berkonsekuensi kepasrahan dan penyerahan Tauhid ulÅ«hiyah, dengan demikian, adalah tauhid ibadah, karena yang dipertuhan al-maālÅ«h adalah yang disembah al-mabÅ«d.36 Ibn Taymiyyah menegaskan sentralitas tauhid ulÅ«hiyah atau tauhid ibadah ini dengan menyatakan bahwa tauhid inilah yang ādidakwahkan oleh al-Quran dari pertama hingga terakhir dan semua kitab suci dan para utusanā37 dan juga ājantung keimanan dan awal serta akhir Islamā.38 Yang termasuk dalam pengertian ibadah, sesuai dengan deīnisi Ibn Taymiyyah, adalah āsemua kekhususan Tuhan, maka tidak boleh ditunduki selain-Nya, tidak boleh ditakuti se-lain-Nya, tidak boleh dipasrahi selain-Nya, tidak boleh dijadikan objek doa selain-Nya, 31 Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, Syarh} al-AqÄ«dah al-AsīhÄniyah, Ed. Ibrahim Saiday, Riyadl Maktabah al-Rusyd, 1415, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-FatÄwÄ al-KubrÄ, Jilid VI, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MajmÅ« al-FatÄwÄ, Jilid I, 21-2234 Ibid, Jilid I, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MajmÅ«ah al-RasÄāil wa al-MasÄāil, Ed. Muhammad Rasyid Ridla, Lajnah al-Turats al-Arabi, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MajmÅ« al-FatÄwÄ, Jilid I, 55. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani12tidak boleh sholat pada selain-Nya, tidak boleh puasa karena selain-Nya, tidak boleh bersedekah kecuali karena-Nya, tidak boleh dikunjungi untuk berhaji kecuali rumah-Nya.ā39 Bagi Ibn Taymiyyah, tauhid ulÅ«hiyah berarti bahwa ibadahāsegala perbuatan lahir batin yang diridloi Allah Swtāhanya boleh ditujukan kepada Allah konsep tauhid ulÅ«hiyah ini, Ibn Taymiyyah mengritik ulama kalam yang dalam pandangannya, membatasi pembahasan tauhid pada tauhid rubÅ«biyah, seraya abai terhadap tauhid ulÅ«hiyah, yang justru merupakan inti dari tauhid itu sendiri. Kesalahan ini menggiring pada kesalahan yang lain, di antaranya anggapan mereka bahwa orang yang meyakini Allah SWT. sebagai satu-satunya yang mampu mencipta alam dianggap telah bersyahadat, padahal kemampuan mencipta bukanlah makna dari al-IlÄh, melainkan Untuk membuktikan bahwa tauhid rubÅ«biyah tidak cukup, Ibn Taymiyyah menyatakan bahwa kaum musyrikin Arab mengakui keesaan Allah SWT. dalam menciptakan langit dan bumi, tapi itu tidak mengeluarkan mereka dari kesyirikan,41 karena mereka menyekutukan-Nya dalam ketiga adalah tauhid al-asmÄā wa al-sifÄt. Maknanya adalah mengesakan Allah dengan Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya sebagaimana diriwayatkan dalam al-Qurāan dan hadis; dengan mengaīrmasi penjelasan dalam al-Qurāan dan hadis dan menegasikan segala yang berlawanan dengan kemahasempurnaan 39 Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-RÄdd alÄ al-AkhnÄāi wa Is}tih}bÄb ZiyÄrah Khayr al-Bariyyah, Ed. Abd al-Rahman bin Yahya al-Muallimi al-Yamani, Kairo al-Mathbaah al-Salaīyah, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-TadÄmmuriyah Tah}qÄ«q al-ItsbÄt} lÄ« al-AsmÄā wa al-SifÄt wa H}aqÄ«qah al-Jam bayna al-QadÄr wa al-Syar. Ed. Muhammad bin Awdah al-Suudi, Riyadl Maktabah Obeikan, 2000, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, QaÄ«dah JalÄ«lah fÄ« al-Tawassul wa al-WasÄ«lah, Ed. Rabi bin Hadi Umayr al-Madkhali, Ujman Maktabah al-Furqan, 2001, 264. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 13Allah. Tauhid ini menafikan penggambaran sifat takyÄ«f, pengingkaran sifat ketuhanan tat}Ä«l, penafsiran dalil dengan makna yang salah tah}rÄ«f, penyerupaan dengan sifat makhluk tamtsÄ«l.42 Tauhid ini, secara ringkas, adalah mengimani semua Nama-nama dan Sifat-sifat Allah SWT. tanpa penggambaran, penyerupaan dan penyelewengan Abu Hasan al-Asyāari dan Ibn Taymiyyah Sebuah Catatan KritisElaborasi al-Asyāari terhadap konsep tauhid merupakan respon terhadap situasi teologis-intelektual zamannya; ketika banyak aliran-aliran yang menyimpang dalam aqidah. Hal ini terlihat dari cara pemaparan istilah tauhid dalam kitab-kitab al-Asyāari yang mayoritas merupakan tanggapan terhadap berbagai pandangan teologis yang menyimpang saat itu. Beberapa yang dapat disebut, di samping yang telah dikutip sebelumnya, di antaranya diskusi mengenai konsep tauhid dalam kitab al-IbÄnah yang ditujukan sebagai respon terhadap golongan Hal yang sama dapat ditemukan dalam kitabnya yang lain, al-MaqÄlÄt, di mana terma tauhid didiskusikan untuk membantah pandangan syÄ«ah rafÄ«dlah, khawÄrij, murjiāah dan mu Berbeda dengan al-Asyāari, Ibn Taymiyyah yang hidup kurang lebih lima abad sesudah al-Asyāari, berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengkonseptualisasi tauhid secara lebih rinci dan sistematis. Hal ini didorong pula oleh apa yang dipandang Ibn Taymiyyah sebagai korupsi dalam bidang aqidah yang disebabkan oleh penggunaan rasio yang, dalam pandangan Ibn Taymiyyah, yang 42 Muhammad bin Khalil Hasan Harras, Syarh} al-AqÄ«dah al-WÄsit}hiyyah, Ed. Alawi bin Abd al-Qadir al-Saqqaf, al-Khabar Dar al-Hijrah li al-Nasyr wa al-Tawzi, 1415, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, al-IbÄnah ..., Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asyari, MaqalÄt al-IslÄmiyyÄ«n ..., Jilid I, 109, 124, 185, 186, 223, 224, 235, 236. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani14selain tidak proporsional,45 juga terinīltrasi īlsafat dalam ilmu Bahkan secara terperinci, Ibn Taymiyyah memaparkan bantahannya terhadap konsep tauhid ulama kalam yang dibagi dalam aspek dzÄt, sifÄt dan af Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dilakukan Ibn Taymiyyah adalah usaha untuk memperbaiki apa yang dipandang sebagai penyimpangan dalam wacana teologis ahlussunnah wal Walaupun sejumlah pandangan Ibn Taymiyyah memunculkan kritik dari berbagai ulama yang sezaman maupun yang hidup sesudahnya. Dinamika seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan harus disikapi dengan tepat dan beberapa perbedaan yang dapat dicatat dari perbandingan kedua konsep tauhid di atas. Di antaranya adalah perbedaan keduanya dalam formulasi tauhid. Konsep tauhid Al-Asyāari, yang dalam pembentukannya lebih banyak merespon kemunculan aliran-aliran non ahlussunnah saat itu, lebih bersifat intelektual-rasional; suatu kecenderungan yang diwarisi oleh pengikutnya. Ibn Taymiyyah, di sisi lain, yang menerima warisan keilmuan yang lebih lengkap dan bereaksi terhadap dinamika yang ada pada zamannya, membangun konsep tauhidnya secara relatif lebih detail dan lengkap, dengan mengaitkan aspek kognitif dan Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-TadÄmmuriyah ..., Taqiy al-Din Abu al-āAbbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MinhÄj al-Sunnah ..., Jilid III, Taqiy al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, al-TadÄmmuriyah ..., Hal ini, bagaimanapun, bukan tanpa kritik balik. Sebaliknya, kritik dari ulama ahlussunnah sendiri telah muncul di masa hidupnya, yang beberapa kali melibatkannya dengan konīik terbuka dengan beberapa kalangan ulama. Tentang beberapa peristiwa kontroversial dalam hidup beliau baca misalnya; Abu al-Fadl Ahmad bin Ali ibn Hajar al-Asqalani, al-Durar al-KÄminah fÄ« AyÄn al-Miāah al-TsÄminah, Ed. Muhammad Abd al-Muid Dlan, Hayderabad Majlis Daāirah al-Maarif al-Utsmaniyah, 1972, Jilid I,. Di luar lingkaran Ibn Taymiyyah, aspek praktis ini merupakan wilayah tasawuf; yang bermakna pengamalan syariat dalam maqam ihsan, berkulminasi pada tahapan tertinggi tauhid. Tentang deīnisi tasawuf silakan baca; Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur ISTAC, 1993, 121-122. Sedang tentang Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 15Perbedaan lainnya dapat dilihat dari cara pandang terhadap hubungan antara kata al-ilÄh dan al-rabb. Konsep tauhid al-Asyāari dan para pengikutnya menegaskan bahwa keduanya memiliki makna dasar berbeda tapi memiliki pengertian madlÅ«l yang sama sehingga tidak terbayangkan mengimani salah satunya beserta pengingkaran terhadap salah lainnya. Ringkasnya, setiap yang beriman terhadap keesaan Allah SWT. sebagai al-rabb di saat yang sama pasti beriman kepadaNya sebagai al-ilÄh. Al-Taftazani w. 792/1390, misalnya, menulis āhakikat tauhid adalah meyakini ketiadaan sekutu [bagi Allah SWT.] dalam ketuhanan ilahiyah dan kekhususannya. Dan tidak ada pertentangan antara umat Islam bahwa pengaturan alam semesta, penciptaan jasad, keharusan disembah istih}qÄq al-ibÄdah dan dahulunya sifat yang ada pada Dzat-Nya semuanya adalah di antara kekhususan [sifat ketuhanan]ā.50 Dalam pernyataan ini, al-Taftazani menekankan bahwa pengaturan alam dan penciptaanāyang menurut Ibn Taymiyyah merupakan tauhid rubÅ«biyahādan keharusan disembahāyang menurut Ibn Taymiyyah merupakan tauhid ulÅ«hiyahāadalah satu kesatuan, keimanan terhadap salah satunya memustahilkan pengingkaran pada yang Salah satu argumen yang untuk membuktikan hal ini adalah surah Ali Imran ayat 80, al-Naml ayat 25 dan al-Syuara ayat 97 dan 98. Di sisi lain, Ibn Taymiyyah menekankan sentralitas tauhid ulÅ«hiyah, seraya menggambarkan tingkatan-tingkatan tauhid baca; Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ih}yÄā UlÅ«m al-DÄ«n, Beirut Dar al-Marifah, Jilid IV, Sad al-Din Masud bin Umar al-Taftazani, Syarh al-Maqashid, Ed. Abd al-Rahman Umayrah, Beirut Alam al-Kutub, 1998, Jilid IV, Bandingkan dengan pernyataan Ibn Abi Syarif yang secara lebih tegas menjelaskan hubungan ulÅ«hiyah dan rubÅ«biyah; dia menulis āUlÅ«hiyah adalah memiliki Sifat-sifat [tertentu] yang karenanya Dia Swt wajib disembah, yaitu Sifat-sifat yang hanya menjadi milik-Nya Swt, maka tidak ada sekutu bagi-Nya di dalamnya. [Sifat-sifat itu] dinamakan kekhususan ketuhanan khawash al-uluhiyah, yang diantaranya adalah menciptakan dari tiada, pengaturan alam, ...ā, Kamal al-Din Muhammad ibn Muhammad Ibn Abi Syarif al-Maqdisi, al-MusÄmarah fÄ« Syarh} al-MusÄyarah, Kairo al-Maktabah al-Azhariyah li al-Turats, 2006, Jilid I, 62. Dalam kutipan ini, ditegaskan bahwa pengesaan dalam kewajiban disembah ibÄdah/tawh}Ä«d ulÅ«hiyah merupakan konsekuensi dari pengesaan dalam penciptaan dan pengaturan alam. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani16kemungkinan keterpisahannya secara praktis dari tauhid rubÅ«biyah, dengan, misalnya, mengutip kasus kaum musyrikin yang, dalam pandangan Ibn Taymiyyah, bertauhid hanya dengan tauhid rubÅ«biyah saja, seraya berargumen dengan surah Luqman ayat 25 dan surah al-Muāminun ayat 86 dan demikian, salah satu perbedaan penting dalam konsep tauhid kedua madzhab ini adalah sebetulnya hanya berkisar dalam memandang hubungan antara tauhid ulÅ«hiyah dan rubÅ«biyah; tidak kurang dan tidak lebih. Di satu sisi; Al-Asyāari dan pengikutnya menjadikan keduanya saling melekat dan menyatu, sehingga sama sekali tidak terbayangkan apabila seseorang yang mengimani salah satunya dan mengingkari salah lainnya. Sedangkan di sisi yang lainnya; bagi Ibn Taymiyyah sendiri, setiap orang yang bertauhid ulÅ«hiyah maka akan sekaligus juga bertauhid rubÅ«biyah, tapi tidak dengan bentuk sebaliknya. Di sini bila yang dilihat hanya diaspek ini saja, maka keduanya tampak berbeda dan saling demikian di luar itu, sejatinya terdapat beberapa poin yang disepakati oleh keduanya dalam persoalan tauhid. Di antaranya, secara umum keduanya sepakat mengimani semua berita yang datangnya dari al-Qurāan dan Hadis yang mendeskripsikan Sifat Allah SWT. ini penting untuk diketahui sebab, tanpa hal itu berimplikasi pada penyamaan Allah SWT pada makhluk. Keduanya juga sepakat bahwa Allah SWT Maha Esa, tak ada yang menyerupai-Nya dalam Sifat dan Nama-Nya, tak ada yang membantunya dalam mencipta dan mengatur seluruh makhluk. Di samping hal-hal lain yang dijelaskan dalam al-Qurāan dan hadis yang pasti makna dan transmisinya qat}hÄ«y al-dalÄlah wa al-wurÅ«d. Hal-hal semacam inilah yang semestinya menjadi pegangan bersama, dipelajari dan diamalkan bersama oleh semua Muslim, baik yang awam maupun 52 Taqiy al-Din Abu al-āAbbas Ahmad bin Abdul Halim ibn Taymiyyah, MinhÄj al-Sunnah ..., Jilid III, 171. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 17yang alim. Adapun persoalan lain yang tidak bersifat demikian semestinyalah hanya dibicarakan oleh mereka yang otoritatif di bidangnya atau para pencari ilmu yang sungguh-sungguh. Melakukan sebaliknya dapat menimbulkan apa yang seringkali kita saksikan sepanjang sejarah umat Islam hingga hari ini, yakni ketegangan bahkan permusuhan yang disebabkan oleh perdebatan orang-orang yang tidak dalam membaca dan menimbang pandangan para ulama, selayaknya seorang Muslim bersikap adil dan beradab, yang salah satunya adalah dengan menjadikan yang pasti benar qat}hiÄ«y al-dalÄlah wa al-wurÅ«d min al-KitÄb wa al-Sunnah sebagai pemersatu umat Islam, sekaligus menjadikan para ulama yang otoritatif sebagai pihak yang berhak berbicara di wilayah selainnya. Sekali lagi, hal ini untuk menghindari potensi perpecahan yang amat mungkin timbul dari penekanan yang tidak proporsional terhadap aspek zhanniyÄt dari agama dengan keterlibatan orang awam. Tentu saja hal ini tidak berarti meniadakan perbedaan. Sebaliknya, perbedaan bukan saja terjadi tapi juga merupakan bagian integral dari sejarah panjang umat Islam. Lebih jauh lagi, beberapa peristiwa di zaman Nabi SAW. menunjukkan bahwa beberapa bentuk perbedaan pemahaman, yang berakibat perbedaan perbuatan, bukan hanya terjadi, tapi juga diizinkan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa perbedaan itu harus muncul dari ijtihad seorang ulama yang punya otoritas untuk berijtihad.[]Daftar PustakaAbd al-Barr, Abu Umar Yusuf. 1997. Al-IntiqÄā fÄ« Fad}Äāil al-Aāimmah al-TsalÄtsah al-FuqahÄā. Ed. Abd al-Fattah Abu Ghuddah. Aleppo dan Beirut Maktab al-Mathbuat al-Islamiyah dan Dar al-Basyaāir al-Raziq, Mushthafa. 2011. Tamh}Ä«d lÄ« TarÄ«kh al-Falsafah al-IslÄmiyah. Beirut dan Kairo Dar al-Kitab al-Lubnani dan Dar al-Kitab al-Mishri. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani18Abi Syarif al-Maqdisi, Kamal al-Din Muhammad ibn Muhammad Ibn. 2006. Al-MusÄmarah fÄ« Syarh} al-MusÄyarah. Jilid I. Kairo al-Maktabah al-Azhariyah li Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Fath} al-BÄri Syarh} S}ah}Ä«h} al-BukhÄrÄ«. Jilid XIII. Beirut Dar al-Maārifah. _____. 1972. Al-Durar al-KÄminah fÄ« AyÄn al-Miāah al-TsÄminah. Ed. Muhammad Abd al-Muid Dlan. Jilid I. Hayderabad Majlis Daāirah al-Maarif al- Abu al-Hasan Ali bin Ismail. 1955. Kitab al-Luma ī al-Radd ala Ahl al-Zaygh wa al-Bida. Ed. Hamudah Gharabah. Mathbaah Mishr Syirkah Musahamah 1955. KitÄb al-LumÄ fÄ« al-Radd alÄ Ahl al-Zaygh wa al-BidÄ. Ed. Hamudah Gharabah. Mathbaah Mishr Syirkah Musahamah 1977. Al-IbÄnah an Us}hÅ«l al-DiyÄnah. Ed. Fawqiyah Husayn Mahmud. Abidin Dar 1990. MaqÄlÄt al-IslÄmiyyÄ«n wa IkhtilÄf al-Mus}hallÄ«n. Ed. Muhammad Muhy al-Din Abd al-Hamid. Jilid I. Beirut al-Maktabah al-Ashriyah_____. 2002. RisÄlah ilÄ Ahl al-TsaghÄ«r. Ed. Abd Allah Syakir Muhammad al-Junaydi. al-Madinah al-Munawwarah Maktabah al-Ulum wa Syed Muhammad Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala Lumpur Abu Bakr Muhammad bin al-Thayyib bin. 1957. KitÄb al-Tamh}Ä«d. Ed. Richard Joseph McCarthy. Beirut al-Maktabah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ih}yÄā UlÅ«m al-DÄ«n. Jilid IV. Beirut Dar al-Ma bin Furak, Abu Bakr Muhammad bin. 1978. Mujarrad MaqÄlÄt al-Syaykh AbÄ« al-H}asÄn al-Asyari. Ed. Daniyal Jimarih. Beirut Dar al-MasyriqAl-Juwayni, Imam al-Haramayn. 1969. Al-SyÄmil fÄ« Us}Å«l al-DÄ«n. Ed. Ali Sami al-Nasysyar, Fayshal Budayr Awn dan Suhayr Muhammad Mukhtar. Iskandariyah Mansyaah al-Maarif. Vol. 3, No. 1, Februari 2019Tauhid Ahlussunnah wal Jamaāah... 19Al-Qazwini, Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid. SunÄn Ibn MÄjah. Ed. Muhammad Fuāad Abd al-Baqi. Jilid I. Beirut Dar al-Fikr. Al-Qazwini, Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid. SunÄn Ibn MÄjah. Jilid II. Abu al-Fidaā Ismail bin Umar bin Katsir. 1988. Al-NihÄyah fÄ« al-FitÄn wa al-MalÄhÄ«m. Ed. Muhammad Ahmad Abd al-Aziz. Jilid II. Beirut Dar Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj. Al-JÄmÄ«ā al-S}ah}Ä«h} al-MusammÄ S}ah}Ä«h} Muslim. Jilid I. Beirut Dar al-Jil dan Dar al-Afaq al-Jadidah. Al-Sijistani, Abu Dawud Sulayman bin al-Asyats. SunÄn AbÄ« DÄwud. Jilid IV. Beirut Dar al-Kitab al- Abu Abd Allah Ahmad bin Hanbal. Musnad al-ImÄm Ah}mad bin H}anbal. Jilid IV. Kairo Muassasah Sad al-Din Masud bin Umar. 1998. Syarh al-Maqashid. Ed. Abd al-Rahman Umayrah. Jilid IV. Beirut Alam Abu al-Qasim Sulayman bin Ahmad. 1415. Al-Mujam al-Awsat}h. Ed. Thariq bin Iwadl Allah bin Muhammad. Kairo Dar al-Haramayn. _____. 1983. Al-Mujam al-KabÄ«r. Ed. Hamdi bin Abd al-Majid al-Salaī. Jilid VIII. Mosul Maktabah al-āUlum wa al-Hikam. Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Sunan al-TirmÄ«dzÄ«. Ed. Ahmad Muhammad Syakir, et al. Jilid V. Beirut Dar Ihya al-Turaats al- Sai, Muhammad Naim Muhammad. 2007. Al-Qa>nÅ«n fÄ« AqÄid al-Firaq wa al-MadzÄhib al-IslÄmiyyah. Kairo Dar Harras, Muhammad bin Khalil. 1415. Syarh} al-AqÄ«dah al-WÄsit}hiyyah. Ed. Alawi bin Abd al-Qadir al-Saqqaf. Al-Khabar Dar al-Hijrah li al-Nasyr wa al-Qayyim al-Jawziyyah, Abu Abd Allah Muhammad bin Abi Bakr. 1973. MadÄrij al-SÄlikÄ«n bayna ManÄzÄ«l IyyÄka Nabudu wa IyyÄka NastaÄ«n. Ed. Muhammad Hamid al-Faqi. Jilid III. Beirut Dar al-Kitab al- Taymiyyah, Taqiy al-Din Abu al-āAbbas Ahmad bin Abdul Halim. MinhÄj al-Sunnah al-Nabawiyah. Ed. Muhammad Rasyad Salim. Jilid III. Muassasah Qurthubah. TASFIYAH Jurnal Pemikiran IslamMuhammad Imdad Rabbani20_____. 1987. Al-FatÄwÄ al-KubrÄ. Ed. Muhammad Abd al-Qadir Atha dan Mushthafa Abd al-Qadir. Jilid VI. Dar al-Kutub 2005. Al-UbÅ«diyah. Ed. Muhammad Zuhayr al-Syawiys. Beirut al-Maktab 1428. Al-FurqÄn bayna AwliyÄā al-RahmÄn wa AwliyÄā al-Syayt}hÄn. Ed. Abd al-Rahman bin Abd al-Karim al-Yahya. Riyadl Maktabah Dar 1398. MajmÅ«ā al-FatÄwÄ. dicetak atas perintah Raja Fahd bin Abd al-Aziz. Ed. Abd al-Rahman bin Qasim. Jilid I. 1415. Syarh} al-AqÄ«dah al-AsīhÄniyah. Ed. Ibrahim Saiday. Riyadl Maktabah MajmÅ«ah al-RasÄāil wa al-MasÄāil. Ed. Muhammad Rasyid Ridla. Lajnah al-Turats al- Al-RÄdd alÄ al-AkhnÄāi wa Is}tih}bÄb ZiyÄrah Khayr al-Bariyyah. Ed. Abd al-Rahman bin Yahya al-Muallimi al-Yamani. Kairo al-Mathbaah al-Salaī 2000. Al-TadÄmmuriyah Tah}qÄ«q al-ItsbÄt} lÄ« al-AsmÄā wa al-SifÄt wa H}aqÄ«qah al-Jam bayna al-QadÄr wa al-Syar. Ed. Muhammad bin Awdah al-Suudi. Riyadl Maktabah 2001. QaÄ«dah JalÄ«lah fÄ« al-Tawas}s}ul wa al-WasÄ«lah. Ed. Rabi bin Hadi Umayr al-Madkhali. Ujman Maktabah al-Din Itr. 1979. Manhaj al-Naqd fÄ« UlÅ«m al-H}adÄ«ts. Damaskus Dar al-Fikr. ... Penyebutan-penyebutan tersebut dapat diartikan semua umat Islam yang mengikuti jejak Rasulullah SAW dan sahabatnya RA yang merupakan mayoritas umat Islam setiap masa. Rabbani, 2019. ... Rahim Kamarul ZamanMujiburrahman Muhammad SalehMohd Ramizu AbdullahKolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra KIAS merupakan sebuah institusi pengajian tinggi swasta yang ditubuhkan pada tahun 1999 di bawah pentadbiran kerajaan negeri Kelantan. Asas penubuhannya didasari matlamat menjadikan negeri Kelantan sebagai pusat perkembangan syiar Islam. Tuntasnya, cetusan penubuhan KIAS merupakan sebahagian agenda pembangunan pendidikan di bawah Dasar Membangun Bersama Islam MBI yang dimasyhurkan pada tahun 1990. Sehubungan dengan itu, makalah ini dikemukakan bagi membincangkan sumbangan dan sokongan alumni KIAS dalam merealisasikan Dasar MBI. Kajian berbentuk kualitatif ini digarap secara deskriptif dengan menggunakan metode analisis kandungan dalam proses analisis. Hasil kajian ini mendapati majoriti alumni KIAS memberikan sokongan terhadap dasar MBI yang menjadi dasar utama pentadbiran kerajaan negeri Kelantan sehingga kini. Selain itu, sebahagian alumni KIAS terbukti berjaya berfungsi memberikan sumbangan terhadap negeri Kelantan dalam pelbagai sektor. Justeru, dapat disimpulkan bahawa graduan keluaran KIAS berjaya memaparkan bukti signifikan kejayaan agenda pendidikan dasar MBI negeri Kelantan. Oleh demikian, kemandirian KIAS berteraskan dasar MBI wajar dibangunkan sebagai model institusi pengajian tinggi Islam terkemuka di Bakr Muhammad bin al-Thayyib binAl-BaqillaniAl-Baqillani, Abu Bakr Muhammad bin al-Thayyib bin. 1957. KitÄb al-Tamh} Ä«d. Ed. Richard Joseph McCarthy. Beirut al-Maktabah Bin FurakAl-Hasan bin Furak, Abu Bakr Muhammad bin. 1978. Mujarrad MaqÄlÄt al-Syaykh AbÄ« al-H} asÄn al-Asy'ari. Ed. Daniyal Jimarih. Beirut Dar al-MasyriqAbu al-Fida' Isma'il bin 'Umar bin KatsirAl-QurasyiAl-Qurasyi, Abu al-Fida' Isma'il bin 'Umar bin Katsir. 1988. Al-NihÄyah fÄ« al-FitÄn wa al-MalÄhÄ«m. Ed. Muhammad Ahmad Abd al-Aziz.
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga selalu tercurah atas Rasulullah, keluarganya, dan segenap para sahabat dan pengikutnya. Al-HamdulillĆ¢h, pada akhirnya buku kumpulan materi tauhid ini dapat dibukukan. Kami segenap Divisi Penerbitan Masjid al-Madinah CBD Ciledug Tangerang merasa sangat bangga dapat menerbitkan buku ini, terlebih materi yang dituangkan di dalamnya menyangkut tauhid yang merupakan dasar pokok bagi keyakinan setiap individu muslim. Walaupun dalam usaha menerbitkan buku ini tidak mengalami kendala yang berarti namun ada sedikit āganjalanā yang hendak kami sampaikan kepada para pembaca; ialah bahwa seluruh materi yang ada dalam buku ini hanyalah sebagian saja dari banyak materi yang ada pada tangan kami. Beberapa di antaranya kajian tentang tabarruk, tawassul, hakekat bidāah, ziarah kubur, dan masih banyak lagi tidak atau belum sempat kami tuangkan dalam buku ini. Oleh karenanya harapan kami ke depan semoga materi-materi yang masih ātercecerā tersebut dapat segera kami bukukan. InsyaAllĆ¢h. Keseluruhan materi yang ditungkan dalam buku ini adalah materi pengajian Tauhid di Masjid al-Madinah CBD Ciledug yang diampu oleh Ust. H. Kholilurrohman, Lc, MA yang diadakan pada setiap bulan setelah subuh di minggu pertama. Sebenarnya, ini adalah bagian dari pengajian mingguan yang diselenggarakan di Masjid al-Madinah persis setelah subuh; hanya saja setiap minggu dengan materi berbeda roling antara kajian Tauhid, Tafsir, Fiqih, dan Tasawwuf. Dimulai dengan Qiyamul Lail; shalat tahajjud berjamaāah dengan mengkhatamkan sekitar satu juz hingga datang waktu subuh, yang kemudian dirangkaikan dengan pengajian tersebut di atas. Tentunya, selain materi Tauhid ini kami juga berharap di masa mendatang semoga kami dapat membukukan dan menerbitkan materi-materi lainnya. InsyaAllĆ¢h. Urgensitas materi Tauhid ini tentu tidak lagi disangsikan. Kebutuhan mendesak, terutama untuk tujuan membekali generasi penerus kita supaya mereka mapan dalam masalah aqidah; adalah salah satu alasan kami mengapa kami menerbitkan buku ini. Pemahaman dan pembelajaran tentang aqidah Rasulullah; aqidah mayoritas umat Islam yang merupakan Ahlussunnah Wal Jamaāah semakin hari semakin mengkhawatirkan, bahkan mungkin sudah mencapai titik nadir. Kebanyakan dari kita sekarang lebih konsen untuk memperbesar kelompok atau golongannya masing-masing tanpa mempedulikan pokok-pokok ajaran yang seharusnya dipegang teguh oleh setiap individu muslim. Kami berharap mudah-mudahan buku ini tidak hanya menjadi inventaris Masjid al-Madinah semata, tetapi benar-benar dapat memberikan kontribusi berharga dalam menyirami ādahagaā dan ākegersanganā yang ada, serta dapat memberikan manfaat besar bagi seluruh orang Islam. Amin. Wa BillĆ¢h at-TaufĆ®q Wa al-HidĆ¢yah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ResearchGate has not been able to resolve any citations for this ad-Durr al-MukhtĆ¢r, Cet. Dar Ihya at-Turats al-'ArabiIbn AbidinRadd Al-MuhtĆ¢rAbidin, Ibn, Radd al-MuhtĆ¢r 'AlĆ¢ ad-Durr al-MukhtĆ¢r, Cet. Dar Ihya at-Turats al-'Arabi, Ahl as-Sunnah Wa al-JamĆ¢'ahK H HasyimAsy'ari, Hasyim, KH, 'AqĆ®dah Ahl as-Sunnah Wa al-JamĆ¢'ah, Tebuireng, Dawud Sulaiman ibn al-Asy'ats ibn Ishaq as-Sijistani w 275 H, Sunan AbĆ® DĆ¢wĆ»d, tahqĆ®q Shidqi Muhammad JamilAzdiAzdi, al, Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy'ats ibn Ishaq as-Sijistani w 275 H, Sunan AbĆ® DĆ¢wĆ»d, tahqĆ®q Shidqi Muhammad Jamil, Bairut, Dar al-Fikr, 1414 H-1994 MIbrahim ibn Sa'adullah ibn Jama'ah dikenal dengan Badruddin ibn Jama'ah w 727 H, IdlĆ¢h ad-DalĆ®l FiJama'ahMuhammad IbnIbnJama'ah, Ibn, Muhammad ibn Ibrahim ibn Sa'adullah ibn Jama'ah dikenal dengan Badruddin ibn Jama'ah w 727 H, IdlĆ¢h ad-DalĆ®l Fi Qath'i Hujaj Ahl al-Ta'thĆ®l, tahqĆ®q Wahbi Sulaiman Ghawaji, Dar al-Salam, 1410 H-1990
Download Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah PDF - Mayoritas umat Islam di Indonesia adalah masyarakat Islam yang mengikuti ajaran Islam para wali songo dan kemudian diajarkan oleh para kyai terdahulu. Corak keislamannya memiliki ciri khas menyatu dengan adat dan budaya Nusantara, ada tahlilan, yasinan, istighotsah, maulidan, ziarah kubur, dan lain sebagainya. Dan yang demikian itu dikenal dengan sebutan Islam Islam Nusantara inilah yang sesuai dengan gaya faham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Pasalnya, semua amaliyah yang dikerjakan tentu mengikuti para ulama' salaf yang lebih alim dan lebih ma'rifat kepada Allah SWT dan dasar-dasarnya pun terpapar jelas tanpa adanya penyelewengan syariat, baik budaya tahlilan, yasinan, istighotsah, maulidan, ziarah kubur, dan lain sebagainya. Yang membedakan hanya masalah praktek budaya yang dinilai ada sedikit perbedaan dengan budaya pada zaman Nabi SAW, sahabat, dan para ulama adat dan budaya-budaya yang disebutkan di atas dinilai menyimpang dan sesat oleh sebagian kaum yang notabennya adalah Wahabi. Tetapi, banyak karya ulama' salaf dalam kitab-kitabnya membantah tuduhan penyesatan itu, baik sampainya pahala shodaqoh dan membaca Al-Qur'an untuk mayit, ziarah kubur, tawassul, dan lain salah satu kitab yang direkomendasikan dalam hal ini, yang di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan rinci mengenai bantahan tuduhan penyesatan oleh kaum Wahabi adalah Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama' Singkat Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal JamaahKitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah salah satu kitab karya ulama' asli Nusantara, yaitu Al-Maghfurlah KH. Ali Maksum seperti gambar di atas bersama Gus Hilmy, Krapyak, Yogyakarta. Kitab ini sering kali dikaji di beberapa pondok pesantren Nahdhatul Ulama' untuk mempertahankan faham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, sekaligus sebagai penangkal bagi para santri dan generasi muda bangsa agar tidak tertanam benih-benih faham Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memang disusun oleh Al-Maghfurlah KH. Ali Maksum, tetapi ada beberapa penambahan keterangan di dalamnya dari Al-Magfurlah KH. Ahmad Subki Masyhudi. Tentu saja semua penambahan tersebut sudah mendapatkan izin dari Al-Maghfurlah KH. Ali Maksum sendiri sebagaimana telah dijelaskan di halaman awal kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah menjelaskan tentang bantahan atas amaliyah yang telah membudaya di dalam masyarakat Nahdlatul Ulama', baik sampainya pahal membaca Al-Qur'an untuk mayit, metode penentuan awal bulan Ramadhan dan bulan Syawal, sholat sunnah sebelum sholat Jum'at, adanya nikmat dan siksa kubur, ziarah kubur, ziarah makam Rasulullah SAW dan orang-orang sholeh, dan untuk diketahui bahwa pendapat-pendapat yang diulas di dalam Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, bukan murni pendapat dari Al-Maghfurlah KH. Ali Maksum dan Al-Magfurlah KH. Ahmad Subki Masyhudi, tetapi dari dasar Al-Qur'an, Hadits, dan pendapat para ulama' yang lebih alim dan lebih saja Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah ini sangat berkontribusi, menjadi amal jariyah, dan sangat bermanfaat bagi santri-santri pondok pesantren secara khusus dan masyarakat Islam di Indonesia secara Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah PDF ini bisa didownload secara gratis pada tabel di bawah. Namun, file kitab yang disedikan ini tidak disertai terjemah Bahasa Indonesia atau terjemah makna pesantren, tetapi tak perlu khawatir karena Pelangi Blog sudah menyantumkan link terjemah Bahasa Indonesianya secara online